TEORI BIG BANG
Ledakan Dahsyat atau
Dentuman Besar (bahasa Inggris: The Big Bang) merupakan sebuah peristiwa yang
menyebabkan pembentukan alam semesta berdasarkan kajian kosmologi mengenai
bentuk awal dan perkembangan alam semesta (dikenal juga dengan Teori Ledakan
Dahsyat atau Model Ledakan Dahsyat). Berdasarkan permodelan ledakan ini, alam
semesta, awalnya dalam keadaan sangat panas dan padat, mengembang secara terus
menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran terbaik tahun 2009, keadaan
awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu, yang kemudian selalu
menjadi Referensi sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut. Teori ini telah
memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode
ilmiah beserta pengamatan.
Menurut
model ledakan dahsyat, alam semesta mengembang dari keadaan awal yang sangat
padat dan panas dan terus mengembang sampai sekarang. Secara umum,
pengembangan ruang semesta yang mengandung galaksi-galaksi dianalogikan
seperti roti kismis yang mengembang. Gambar di atas merupakan gambaran konsep
artis yang mengilustrasikan pengembangan salah satu bagian dari alam semesta
rata. |
Sejarah dan Perkembangan Teori
Pada tahun 1912, Vesto Slipher adalah orang yang pertama mengukur efek
Doppler pada "nebula spiral" (nebula spiral merupakan istilah lama
untuk galaksi spiral), dan kemudian diketahui bahwa hampir semua nebula-nebula
itu menjauhi bumi. Ia tidak berpikir lebih jauh lagi mengenai implikasi fakta
ini, dan sebenarnya pada saat itu, terdapat kontroversi apakah nebula-nebula
ini adalah "pulau semesta" yang berada di luar galaksi Bima
Sakti.
Sepuluh tahun kemudian, Alexander Friedmann, seorang kosmologis dan
matematikawan Rusia, menurunkan persamaan Friedmann dari persamaan relativitas
umum Albert Einstein. Persamaan ini menunjukkan bahwa alam semesta mungkin
mengembang dan berlawanan dengan model alam semesta yang statis seperti yang
diadvokasikan oleh Einstein pada saat itu.
Pada tahun 1924, pengukuran Edwin Hubble akan jarak nebula spiral terdekat
menunjukkan bahwa ia sebenarnya merupakan galaksi lain. Mulai dari tahun 1924,
Hubble mengembangkan sederet indikator jarak yang merupakan cikal bakal tangga
jarak kosmis menggunakan teleskop Hooker 100-inci (2500 mm) di Observatorium
Mount Wilson. Pada tahun 1929, Hubble menemukan korealsi antara jarak dan
kecepatan resesi, yang sekarang dikenal sebagai hukum Hubble. Lemaître telah
menunjukan bahwa ini yang diharapkan, mengingat prinsip kosmologi. Georges
Lemaître kemudian secara independen menurunkan persamaan Friedmann pada tahun
1927 dan mengajukan bahwa resesi nebula yang disiratkan oleh persamaan tersebut
diakibatkan oleh alam semesta yang mengembang. Semasa tahun 1930-an,
gagasan-gagasan lain diajukan sebagai kosmologi non-standar untuk menjelaskan
pengamatan Hubble, termasuk pula model Milne, alam semesta berayun (awalnya
diajukan oleh Friedmann, tetapi diadvokasikan oleh Albert Einstein dan Richard
Tolman) dan hipotesis cahaya lelah (tired light) Fritz Zwicky.
Pada tahun 1931 Lemaître lebih jauh lagi mengajukan bahwa pengembangan alam
semesta seiring dengan berjalannya waktu memerlukan syarat bahwa alam semesta
mengerut seiring berbaliknya waktu sampai pada suatu titik di mana seluruh
massa alam semesta berpusat pada satu titik, yaitu "atom purba" di
mana waktu dan ruang bermula.
Setelah Perang Dunia II, terdapat dua model kosmologis yang memungkinkan :
1.
Model keadaan tetap Fred Hoyle, yang
mengajukan bahwa materi-materi baru tercipta ketika alam semesta tampak
mengembang. Dalam model ini, alam semesta hampirlah sama di titik waktu manapun
2.
Model teori ledakan dahsyat Lemaître, yang
diadvokasikan dan dikembangkan oleh George Gamow, yang kemudian memperkenalkan
nukleosintesis ledakan dahsyat (Big Bang Nucleosynthesis, BBN)[25] dan yang
kaitkan oleh, Ralph Alpher dan Robert Herman, sebagai radiasi latar belakang
gelombang mikro kosmis (cosmic microwave background radiation, CMB).[26]
Ironisnya, justru adalah Hoyle yang mencetuskan istilah big bang untuk merujuk
pada teori Lemaître dalam suatu siaran radio BBC pada bulan Maret 1949.
Asumsi-asumsi Dasar
Teori ledakan dahsyat bergantung kepada dua asumsi utama yaitu
universalitas (hukum fisika dan prinsip kosmologi). Prinsip kosmologi
menyatakan bahwa dalam skala yang besar alam semesta bersifat homogen dan
isotropis.
Kedua asumsi dasar ini awalnya dianggap sebagai postulat, tetapi beberapa
usaha telah dilakukan untuk menguji keduanya. Sebagai contohnya, asumsi bahwa
hukum fisika berlaku secara universal diuji melalui pengamatan ilmiah yang
menunjukkan bahwa penyimpangan terbesar yang mungkin terjadi pada tetapan
struktur halus sepanjang usia alam semesta berada dalam batasan.
Apabila alam semesta tampak isotropis sebagaimana yang terpantau dari bumi,
prinsip komologis dapat diturunkan dari prinsip Kopernikus yang lebih
sederhana. Prinsip ini menyatakan bahwa bumi, maupun titik pengamatan manapun,
bukanlah posisi pusat yang khusus ataupun penting. Sampai dengan sekarang,
prinsip kosmologis telah berhasil dikonfirmasikan melalui pengamatan pada radiasi
latar gelombang mikro kosmis.
No comments:
Post a Comment